Senin, 18 Maret 2013

A. KONSEP DASAR HEMODIALISA





1. Definisi

Dialisis merupakan
Suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut.
Suatu proses pembuatan zat terlarut dan cairan dari darah melewati membrane semi permeable. Ini berdasarkan pada prinsip difusi; osmosis dan ultra filtrasi.
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialysis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal (ESRD; end-stage renal disease) yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanent. Sehelai membrane sintetik yang semipermeabel menggantikan glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya itu.
Bagi penderita GGK, hemodialisis akan mencegah kematian. Namun demikian, hemodialisis tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolic atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien. Pasien-pasien ini harus menjalani terapi dialysis sepanjang hidupnya (biasanya 3 kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi) atau sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan yang berhasil. Pasien memerlukan terapi dialysis yang kronis kalau terapi ini diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan mengendalikan gejala uremia.

2. Tujuan
Mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal pulih kembali. Metode terapi mencakup hemodialisis, hemofiltrasi dan peritoneal dialysis. Hemodialisis dapat dilakukan pada saat toksin atau zat racun harus segera dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanent atau menyebabkan kematian. Hemofiltrasi digunakan untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan. Peritoneal dialysis mengeluarkan cairan lebih lambat daripada bentuk-bentuk dialysis yang lain.
3. Indikasi
Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi :

Hiperkalemia ( K > 6 mEq/l)
Asidosis
kegagalan terapi konservatif
Kadar ureum/kreatinin tinggi dalam darah
Kelebihan cairan.
Perikarditis dan konfusi yang berat.
Hiperkalsemia dan hipertensi.
4. Prinsip Hemodialisa
Prinsip mayor/proses hemodialisa
Akses Vaskuler :
Seluruh dialysis membutuhkan akses ke sirkulasi darah pasien. Kronik biasanya memiliki akses permanent seperti fistula atau graf sementara. Akut memiliki akses temporer seperti vascoth.
b. Membran semi permeable
Hal ini ditetapkan dengan dialyser actual dibutuhkan untuk mengadakan kontak diantara darah dan dialisat sehingga dialysis dapat terjadi.
c. Difusi
Dalam dialisat yang konvesional, prinsip mayor yang menyebabkan pemindahan zat terlarut adalah difusi substansi. Berpindah dari area yang konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi rendah. Gradien konsentrasi tercipta antara darah dan dialisat yang menyebabkan pemindahan zat pelarut yang diinginkan. Mencegah kehilangan zat yang dibutuhkan.
d. Konveksi
Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan akan mengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan tersebut.
e. Ultrafiltrasi
Proses dimana cairan dipindahkan saat dialysis dikenali sebagai ultrafiltrasi artinya adalah pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk tekanan. Tiga tipe dari tekanan dapat terjadi pada membrane :
1) Tekanan positip merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat cairan dalam membrane. Pada dialysis hal ini dipengaruhi oleh tekanan dialiser dan resisten vena terhadap darah yang mengalir balik ke fistula tekanan positip “mendorong” cairan menyeberangi membrane.
2) Tekanan negative merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar membrane olehpompa pada sisi dialisat dari membrane tekanan negative “menarik” cairan keluar darah.
3) Tekanan osmotic merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan yang berhubungan dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut. Larutan dengan kadar zat terlarut yang tinggi akan menarik cairan dari larutan lain dengan konsentrasi yang rendah yang menyebabkan membrane permeable terhadap air.
5. Perangkat Hemodialisa
a. Perangkat khusus
1) Mesin hemodialisa
2) Ginjal buatan (dializer) yaitu : alat yang digunakan untuk mengeluarkan sisa metabolisme atau zat toksin laindari dalam tubuh. Didalamnya terdapat 2 ruangan atau kompartemen :
- kompartemen darah
- kompartemen dialisat.
Darah kembali kebadan
darah dari fistula ginjal buatan
heparin kompartemen darah
Kompartemen dialisat
Pembuangan dialisat dialirkan pompa
3) Blood lines : selang yang mengalirkan darah dari tubuh ke dializer dan kembali ke tubuh. Mempunyai 2 fungsi :
Untuk mengeluarkan dan menampung cairan serta sisa-sisa metablolisme.
Untuk mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialysis.
2. Alat-alat kesehatan :
Tempat tidur fungsional
Timbangan BB
Pengukur TB
Stetoskop
Termometer
Peralatan EKG
Set O2 lengkap
Suction set
Meja tindakan.
Obat-obatan dan cairan :
- Obat-obatan hemodialisa : heparin, frotamin, lidocain untuk anestesi.
- Cairan infuse : NaCl 0,9%, Dex 5% dan Dex 10%.
- Dialisat
- Desinfektan : alcohol 70%, Betadin, Sodium hypochlorite 5%
- Obat-obatan emergency.
6. Pedoman pelaksanaan hemodialisa
a. Perawatan sebelum hemodialisa
1) Sambungkan selang air dari mesin hemodialisa.
2) Kran air dibuka.
3) Pastikan selang pembuka air dan mesin hemodialisis sudah masuk keluar atau saluran pembuangan.
4) Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak.
5) Hidupkan mesin.
6) Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit.
7) Matikan mesin hemodialisis.
8) Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat.
9) Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin hemodialisis.
10) Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap).
b. Menyiapkan sirkulasi darah.
1) Bukalah alat-alat dialisat dari setnya.
2) Tempatkan dialiser pada holder (tempatnya) dan posisi ‘inset’ (tanda merah) diatas dan posisi ‘outset’ (tanda biru) dibawah.
3) Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung ‘inset’ dari dialiser.
4) Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung ‘outset’ adri dialiser dan tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah.
5) Set infuse ke botol NaCl 0,9%-500 cc.
6) Hubungkan set infuse ke slang arteri.
7) Bukalah klem NaCl 0,9%. Isi slang arteri sampai keujung selang lalu klem.
8) Memutarkan letak dialiser dengan posisi ‘inset’ dibawah dan ‘ouset’ diatas, tujuannya agar dialiser bebas dari udara.
9) Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin.
10) Buka klem dari infuse set ABL, UBL.
11) Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/mnt, kemudian naikkan secara bertahap sampai 200 ml/mnt.
12) Isi buble tap dengan NaCl 0,9% sampai 3/4 cairan.
13) Memberikan tekanan secara intermitten pada UBL untuk mengalirkan udara dari dalam dialiser, dilakukan sampai dengan dialiser bebas udara (tekanan tidak lebih dari 200 mmHg).
14) Melakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc yang terdapat pada botol (kalf). Sisanya ditampung pada gelas ukur.
15) Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru.
16) Sambungkan ujung biru UBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan konektor.
17) Menghidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dialiser baru 15-20 menit, untuk dialiser reuse dengan aliran 200-250 ml/mnt.
18) Mengembalikan posisi dialiser ke posisi semula dimana ‘inset’ diatas dan ‘outset’ dibawah.
19) Menghubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit siap untuk dihubungkan dengan pasien (soaking).

c. Persiapan pasien.

1) Menimbang BB

2) Mengatur posisi pasien.

3) Observasi KU

4) Observasi TTV

5) Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti dibawah ini:

Dengan interval A-V Shunt/fistula simino

Dengan eksternal A-V Shunt/schungula.

Tanpa 1-2 (vena pulmonalis).

7. Komplikasi yang terjadi

Hipotensi

Penyebab : terlalu banyak darah dalam sirkulasi mesin, ultrafiltrasi berlebihan, obat-obatan anti hipertensi.

Mual dan muntah

Penyebab : gangguan GI, ketakutan, reaksi obat, hipotensi.

Sakit kepala

Penyebab : tekanan darah tinggi, ketakutan.

Demam disertai menggigil.

Penyebab : reaksi fibrogen, reaksi transfuse, kontaminasi bakteri pada sirkulasi darah.

Nyeri dada.

Penyebab : minum obat jantung tidak teratur, program HD yang terlalu cepat.

Gatal-gatal

Penyebab : jadwal dialysis yang tidak teratur, sedang.sesudah transfuse kulit kering.

Perdarahan amino setelah dialysis.

Penyebab : tempat tusukan membesar, masa pembekuan darah lama, dosis heparin berlebihan, tekanan darah tinggi, penekanan, tekanan tidak tepat.

Kram otot

Penyebab : penarikan cairan dibawah BB standar. Penarikan cairan terlalu cepat (UFR meningkat) cairan dialisat dengan Na rendah BB naik > 1kg. Posisi tidur berubah terlalu cepat.

8. Diagnosa Keperawatan yang muncul

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelemahan proses pengaturan

Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang familier dengan sumber informasi.

Ketidakberdayaan berhubungan dengan perasaan kurang kontrol, ketergantungan pada dialysis, sifat kronis penyakit

Risiko cedera berhubungan dengan akses vaskuler dan komplikasi sekunder terhadap penusukan


B. CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

1. Pengertian

Chronic Kidney Disease ( CKD ) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).

2. Etiologi

Chronic Kidney Disease ( CKD ) terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.

Infeksi

Pielonefritis kronik.

Penyakit peradangan

Glomerulonefritis.

Penyakit vaskuler hipertensif

Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.

Gangguan jaringan penyambung

SLE, poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.

Gangguan kongenital dan herediter

Penyakit ginjal polikistik,asidosis tubuler ginjal.

Penyakit metabolik

DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.

Nefropati obstruktif

Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.

Nefropati obstruktif

1) Sal. Kemih bagian atas:

Kalkuli, neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.

2) Sal. Kemih bagian bawah:

Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital pada leher kandung kemih dan uretra.

3. Patofisiologi

Patofisiologi umum CKD

Sudut pandang tradisional

Semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium yang berbeda-beda dan bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi tertentu dapat saja benar- banar rusak atau berubah struktur.

Hipotesis Bricker (hipotesis nefron yang utuh)

“Bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal”. Uremia akan timbul bila jumlah nefron sudah sedemikian berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit yang tidak dapat dipertahankan lagi.
Jumlah nefron turun secara progresif
Ginjal melakukan adaptasi (kompensasi)
-sisa nefron mengalami hipertropi
-peningkatan kecepatan filtrasi, beban solute dan reabsorbsi

tubulus dalam tiap nefron, meskipun GFR untuk seluruh massa nefron menurun di bawah normal



Kehilangan cairan dan elektrolit dpt dipertahankan





Jk 75% massa nefron hancur


Kecepatan filtrasi dan beban solute bagi tiap nefron meningkat





Keseimbangan glomerulus dan tubulus tidak dapat dipertahankan





Fleksibilitas proses ekskresi & konversi solute &air ↓


Sedikit perubahan pada diit mengakibatkan keseimbangan terganggu





Hilangnya kemampuan memekatkan/mengencerkan kemih


BJ 1,010 atau 2,85 mOsml (= konsentrasi plasma)





poliuri, nokturia, nefron tidak dapat lagi mengkompensasi dgn tepat


terhadap kelebihan dan kekurangan Na atau air


Toksik Uremik


Gagal ginjal tahap akhir





↓GFR


Kreatinin ↑ Prod. Met. Prot. Tertimbun ↑ phosphate serum


Dalam darah ↓ kalsium serum


Sekresi parathormon


Tubuh tdk berespon dgn N


Kalsium di tulang ↓


Met.aktif vit D↓

Perub.pa tulang/osteodistrofi ginjal
4. Klasifikasi CKD (Chronic Kidney Disease)
Stage
Gambaran kerusakan ginjal
GFR (ml/min/1,73 m2)
1 Normal atau elevated GFR ≥ 90
2 Mild decrease in GFR 60-89
3 Moderate decrease in GFR 30-59
4 Severe decrease in GFR 15-29
5 Requires dialysis ≤ 15
6. Tanda Dan Gejala
Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna, gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit normal.
Defisiensi hormone eritropoetin
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin →Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.
Kelainan Saluran cerna

Mual, muntah, hicthcup

dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia (NH3) → iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus.

Stomatitis uremia

Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.

Pankreatitis

Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.

Kelainan mata

Kardiovaskuler :

Hipertensi

Pitting edema

Edema periorbital

Pembesaran vena leher

Friction Rub Pericardial

Kelainan kulit

Gatal

Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:

a). Toksik uremia yang kurang terdialisis

b). Peningkatan kadar kalium phosphor

c). Alergi bahan-bahan dalam proses HD

Kering bersisik

Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di bawah kulit.

Kulit mudah memar

Kulit kering dan bersisik

rambut tipis dan kasar

Neuropsikiatri

Kelainan selaput serosa

Neurologi :

- Kelemahan dan keletihan

- Konfusi

- Disorientasi

- Kejang

- Kelemahan pada tungkai

- rasa panas pada telapak kaki

- Perubahan Perilaku

Kardiomegali.

Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal yang serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian perubahan tersebut biasanya menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien menderita apa yang disebut SINDROM UREMIK

Terdapat dua kelompok gejala klinis :

Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi ; kelainan volume cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan metabolit lainnya, serta anemia akibat defisiensi sekresi ginjal.

Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan lainnya

MANISFESTASI SINDROM UREMIK
Sistem tubuh

Manifestasi

Biokimia

Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L)

Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN, kreatinin)

Hiperkalemia

Retensi atau pembuangan Natrium

Hipermagnesia

Hiperurisemia


Perkemihan& Kelamin

Poliuria, menuju oliguri lalu anuria

Nokturia, pembalikan irama diurnal

Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010

Protein silinder

Hilangnya libido, amenore, impotensi dan sterilitas


Kardiovaskular

Hipertensi

Retinopati dan enselopati hipertensif

Beban sirkulasi berlebihan

Edema

Gagal jantung kongestif

Perikarditis (friction rub)

Disritmia


Pernafasan

Pernafasan Kusmaul, dispnea

Edema paru

Pneumonitis


Hematologik

Anemia menyebabkan kelelahan

Hemolisis

Kecenderungan perdarahan

Menurunnya resistensi terhadap infeksi (ISK, pneumonia,septikemia)


Kulit

Pucat, pigmentasi

Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah, tipis, bergerigi, ada garis merah biru yang berkaitan dengan kehilangan protein)

Pruritus

“kristal” uremik

kulit kering

memar


Saluran cerna

Anoreksia, mual muntah menyebabkan penurunan BB

Nafas berbau amoniak

Rasa kecap logam, mulut kering

Stomatitis, parotitid

Gastritis, enteritis

Perdarahan saluran cerna

Diare


Metabolisme intermedier

Protein-intoleransi, sintesisi abnormal

Karbohidrat-hiperglikemia, kebutuhan insulin menurun

Lemak-peninggian kadar trigliserida


Neuromuskular

Mudah lelah

Otot mengecil dan lemah

Susunan saraf pusat :

Penurunan ketajaman mental

Konsentrasi buruk

Apati

Letargi/gelisah, insomnia

Kekacauan mental

Koma

Otot berkedut, asteriksis, kejang

Neuropati perifer :

Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg

Perubahan sensorik pada ekstremitas – parestesi

Perubahan motorik – foot drop yang berlanjut menjadi paraplegi


Gangguan kalsium dan rangka

Hiperfosfatemia, hipokalsemia

Hiperparatiroidisme sekunder

Osteodistropi ginjal

Fraktur patologik (demineralisasi tulang)

Deposit garam kalsium pada jaringan lunak (sekitar sendi, pembuluh darah, jantung, paru-paru)

Konjungtivitis (uremik mata merah)


6. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal

- Ureum kreatinin.

- Asam urat serum.

Identifikasi etiologi gagal ginjal

- Analisis urin rutin

- Mikrobiologi urin

- Kimia darah

- Elektrolit

- Imunodiagnosis

Identifikasi perjalanan penyakit

- Progresifitas penurunan fungsi ginjal

- Ureum kreatinin, klearens kreatinin test

GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:

Laki-laki :

(140 – umur ) X BB (kg)

CCT =

72 x kreatinin serum ( mg/dL )

Wanita : 0,85 x CCT

Perhitungan terbaik LFG adalah dengan menentukan bersihan kreatinin yaitu :

Kreatinin urin (mg/dL)xVol.urin (mL/24 jam)

Bersihan kreatinin :

Kreatinin serum ( mg/dL ) x 1440 menit

Nilai normal :

Laki-laki : 97 – 137 mL/menit/1,73 m3 atau

0,93 – 1,32 mL/detik/m2

Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau

0,85 – 1,23 mL/detik/m2

- Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan

- Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+

- Endokrin : PTH dan T3,T4

- Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk ginjal, misalnya: infark miokard.

Diagnostik

Etiologi CKD dan terminal

- Foto polos abdomen.

- USG.

- Nefrotogram.

- Pielografi retrograde.

- Pielografi antegrade.

- Mictuating Cysto Urography (MCU).

Diagnosis pemburuk fungsi ginjal

- RetRogram

- USG.

7. Managemen Terapi

Terapi Konservatif

Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal Desease ( CKD ) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.

Tujuan terapi konservatif :

1) Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.

2) Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.

3) Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.

4) Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.

Alur manajemen terapi pada klien Cronic Kidney Desease (CKD) dan terminal sebagai berikut;

CKD

Terapi konservatif

Penyakit ginjal terminal

meninggal Dialisis HD di RS, Rumah, CAPD

gagal

Transplantasi ginjal berhasil

Prinsip terapi konservatif :

1) Mencegah memburuknya fungsi ginjal.

a) Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.

b) Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan ekstraseluler dan hipotensi.

c) Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.

d) Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.

e) Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.

f) Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat.

g) Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa indikasi medis yang kuat.

2) Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat

a) Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.

b) Kendalikan terapi ISK.

c) Diet protein yang proporsional.

d) Kendalikan hiperfosfatemia.

e) Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.

f) Terapi hIperfosfatemia.

g) Terapi keadaan asidosis metabolik.

h) Kendalikan keadaan hiperglikemia.

3) Terapi alleviative gejala asotemia

a) Pembatasan konsumsi protein hewani.

b) Terapi keluhan gatal-gatal.

c) Terapi keluhan gastrointestinal.

d) Terapi keluhan neuromuskuler.

e) Terapi keluhan tulang dan sendi.

f) Terapi anemia.

g) Terapi setiap infeksi.

Terapi simtomatik

1) Asidosis metabolik

Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum K+ ( hiperkalemia ) :

a) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.

b) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.

2) Anemia

a) Anemia Normokrom normositer

Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon eritropoetin ( ESF : Eritroportic Stimulating Faktor ). Anemia ini diterapi dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan pemberian30-530 U per kg BB.

b) Anemia hemolisis

Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.

c) Anemia Defisiensi Besi

Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ). Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah merupakan salah satu pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan secara hati-hati.

Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :

HCT < atau sama dengan 20 %

Hb < atau sama dengan 7 mg5

Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia dan high output heart failure.

Komplikasi tranfusi darah :

Hemosiderosis

Supresi sumsum tulang

Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia

Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV

Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana transplantasi ginjal.

3) Kelainan Kulit

a) Pruritus (uremic itching)

Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal, insiden meningkat pada klien yang mengalami HD.

Keluhan :

Bersifat subyektif

Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula dan lichen symply

Beberapa pilihan terapi :

Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme

Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )

Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi ini bisa diulang apabila diperlukan

Pemberian obat

Diphenhidramine 25-50 P.O

Hidroxyzine 10 mg P.O

b) Easy Bruishing

Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa berhubungan denga retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi trombosit. Terapi yang diperlukan adalah tindakan dialisis.

4) Kelainan Neuromuskular

Terapi pilihannya :

a) HD reguler.

b) Obat-obatan : Diasepam, sedatif.

c) Operasi sub total paratiroidektomi.

5) Hipertensi

Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen hipertensi, tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program terapinya meliputi :

1). Restriksi garam dapur.

2). Diuresis dan Ultrafiltrasi.

3). Obat-obat antihipertensi.

Terapi pengganti

Adalah terapi yang menggantikan fungsi ginjal yang telah mengalami kegagalan fungsi ginjal baik kronik maupun terminal. Pada masa sekarang ini ada dua jenis terapi :

1) Dialisis yang meliputi :

a) Hemodialisa

b) Peritoneal dialisis, yang terkenal dengan Continous Ambulatory Peritoneal Dialisis ( CAPD ) atau Dialisis Peritoneal Mandiri Berkesinambungan ( DPMB ).

2) Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.

8. Komplikasi

Hipertensi.

Hiperkalemia.

Anemia.

Asidosis metabolik.

Osteodistropi ginjal.

Sepsis.

Neuropati perifer.

Hiperuremia.

DAFTAR PUSTAKA

Bongard, Frederic, S. Sue, darryl. Y, 1994, Current Critical, Care Diagnosis and Treatment, first Edition, Paramount Publishing Bussiness and Group, Los Angeles

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2, EGC, Jakarta

Haryani dan Siswandi, 2004, Nursing Diagnosis: A Guide To Planning Care, available on:www.Us.Elsevierhealth.com

IIOWA Outcomes Project, 2000, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, Mosby Year Book, USA.

McCloskey, 1996, Nursing Interventions Classification (NIC), Mosby, USA

Nanda, 2009, Nursing Diagnosis Deffinition and Classification, Mosby year Book. USA

Price, Sylvia A and Willson, Lorraine M, 1996, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses penyakit, Edisi empat, EGC, Jakarta

Ralph & Rosenberg, 2003, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2005-2006, Philadelphia USA

Soeparman & Waspadji, 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi 3, FKUI, Jakarta

Widmann, 1995, Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 9, EGC, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar