1. Definisi 
Dialisis merupakan 
Suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut. 
Suatu proses pembuatan zat terlarut dan cairan dari darah melewati membrane semi permeable. Ini berdasarkan pada prinsip difusi; osmosis dan ultra filtrasi. 
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialysis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal (ESRD; end-stage renal disease) yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanent. Sehelai membrane sintetik yang semipermeabel menggantikan glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya itu. 
Bagi penderita GGK, hemodialisis akan mencegah kematian. Namun demikian, hemodialisis tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolic atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien. Pasien-pasien ini harus menjalani terapi dialysis sepanjang hidupnya (biasanya 3 kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi) atau sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan yang berhasil. Pasien memerlukan terapi dialysis yang kronis kalau terapi ini diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan mengendalikan gejala uremia.
2. Tujuan 
Mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal pulih kembali. Metode terapi mencakup hemodialisis, hemofiltrasi dan peritoneal dialysis. Hemodialisis dapat dilakukan pada saat toksin atau zat racun harus segera dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanent atau menyebabkan kematian. Hemofiltrasi digunakan untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan. Peritoneal dialysis mengeluarkan cairan lebih lambat daripada bentuk-bentuk dialysis yang lain. 
3. Indikasi 
Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi : 
Hiperkalemia ( K > 6 mEq/l) 
Asidosis 
kegagalan terapi konservatif 
Kadar ureum/kreatinin tinggi dalam darah 
Kelebihan cairan. 
Perikarditis dan konfusi yang berat. 
Hiperkalsemia dan hipertensi. 
4. Prinsip Hemodialisa 
Prinsip mayor/proses hemodialisa 
Akses Vaskuler : 
Seluruh dialysis membutuhkan akses ke sirkulasi darah pasien. Kronik biasanya memiliki akses permanent seperti fistula atau graf sementara. Akut memiliki akses temporer seperti vascoth. 
b. Membran semi permeable 
Hal ini ditetapkan dengan dialyser actual dibutuhkan untuk mengadakan kontak diantara darah dan dialisat sehingga dialysis dapat terjadi. 
c. Difusi 
Dalam dialisat yang konvesional, prinsip mayor yang menyebabkan pemindahan zat terlarut adalah difusi substansi. Berpindah dari area yang konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi rendah. Gradien konsentrasi tercipta antara darah dan dialisat yang menyebabkan pemindahan zat pelarut yang diinginkan. Mencegah kehilangan zat yang dibutuhkan. 
d. Konveksi 
Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan akan mengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan tersebut. 
e. Ultrafiltrasi 
Proses dimana cairan dipindahkan saat dialysis dikenali sebagai ultrafiltrasi artinya adalah pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk tekanan. Tiga tipe dari tekanan dapat terjadi pada membrane : 
1) Tekanan positip merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat cairan dalam membrane. Pada dialysis hal ini dipengaruhi oleh tekanan dialiser dan resisten vena terhadap darah yang mengalir balik ke fistula tekanan positip “mendorong” cairan menyeberangi membrane. 
2) Tekanan negative merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar membrane olehpompa pada sisi dialisat dari membrane tekanan negative “menarik” cairan keluar darah. 
3) Tekanan osmotic merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan yang berhubungan dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut. Larutan dengan kadar zat terlarut yang tinggi akan menarik cairan dari larutan lain dengan konsentrasi yang rendah yang menyebabkan membrane permeable terhadap air. 
5. Perangkat Hemodialisa 
a. Perangkat khusus 
1) Mesin hemodialisa 
2) Ginjal buatan (dializer) yaitu : alat yang digunakan untuk mengeluarkan sisa metabolisme atau zat toksin laindari dalam tubuh. Didalamnya terdapat 2 ruangan atau kompartemen : 
- kompartemen darah 
- kompartemen dialisat. 
Darah kembali kebadan 
darah dari fistula ginjal buatan 
heparin kompartemen darah 
Kompartemen dialisat 
Pembuangan dialisat dialirkan pompa 
3) Blood lines : selang yang mengalirkan darah dari tubuh ke dializer dan kembali ke tubuh. Mempunyai 2 fungsi : 
Untuk mengeluarkan dan menampung cairan serta sisa-sisa metablolisme. 
Untuk mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialysis. 
2. Alat-alat kesehatan : 
Tempat tidur fungsional 
Timbangan BB 
Pengukur TB 
Stetoskop 
Termometer 
Peralatan EKG 
Set O2 lengkap 
Suction set 
Meja tindakan. 
Obat-obatan dan cairan : 
- Obat-obatan hemodialisa : heparin, frotamin, lidocain untuk anestesi. 
- Cairan infuse : NaCl 0,9%, Dex 5% dan Dex 10%. 
- Dialisat 
- Desinfektan : alcohol 70%, Betadin, Sodium hypochlorite 5% 
- Obat-obatan emergency. 
6. Pedoman pelaksanaan hemodialisa 
a. Perawatan sebelum hemodialisa 
1) Sambungkan selang air dari mesin hemodialisa. 
2) Kran air dibuka. 
3) Pastikan selang pembuka air dan mesin hemodialisis sudah masuk keluar atau saluran pembuangan. 
4) Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak. 
5) Hidupkan mesin. 
6) Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit. 
7) Matikan mesin hemodialisis. 
8) Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat. 
9) Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin hemodialisis. 
10) Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap). 
b. Menyiapkan sirkulasi darah. 
1) Bukalah alat-alat dialisat dari setnya. 
2) Tempatkan dialiser pada holder (tempatnya) dan posisi ‘inset’ (tanda merah) diatas dan posisi ‘outset’ (tanda biru) dibawah. 
3) Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung ‘inset’ dari dialiser. 
4) Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung ‘outset’ adri dialiser dan tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah. 
5) Set infuse ke botol NaCl 0,9%-500 cc. 
6) Hubungkan set infuse ke slang arteri. 
7) Bukalah klem NaCl 0,9%. Isi slang arteri sampai keujung selang lalu klem. 
8) Memutarkan letak dialiser dengan posisi ‘inset’ dibawah dan ‘ouset’ diatas, tujuannya agar dialiser bebas dari udara. 
9) Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin. 
10) Buka klem dari infuse set ABL, UBL. 
11) Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/mnt, kemudian naikkan secara bertahap sampai 200 ml/mnt. 
12) Isi buble tap dengan NaCl 0,9% sampai 3/4 cairan. 
13) Memberikan tekanan secara intermitten pada UBL untuk mengalirkan udara dari dalam dialiser, dilakukan sampai dengan dialiser bebas udara (tekanan tidak lebih dari 200 mmHg). 
14) Melakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc yang terdapat pada botol (kalf). Sisanya ditampung pada gelas ukur. 
15) Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru. 
16) Sambungkan ujung biru UBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan konektor. 
17) Menghidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dialiser baru 15-20 menit, untuk dialiser reuse dengan aliran 200-250 ml/mnt. 
18) Mengembalikan posisi dialiser ke posisi semula dimana ‘inset’ diatas dan ‘outset’ dibawah. 
19) Menghubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit siap untuk dihubungkan dengan pasien (soaking). 
c. Persiapan pasien. 
1) Menimbang BB 
2) Mengatur posisi pasien. 
3) Observasi KU 
4) Observasi TTV 
5) Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti dibawah ini: 
Dengan interval A-V Shunt/fistula simino 
Dengan eksternal A-V Shunt/schungula. 
Tanpa 1-2 (vena pulmonalis). 
7. Komplikasi yang terjadi 
Hipotensi 
Penyebab : terlalu banyak darah dalam sirkulasi mesin, ultrafiltrasi berlebihan, obat-obatan anti hipertensi. 
Mual dan muntah 
Penyebab : gangguan GI, ketakutan, reaksi obat, hipotensi. 
Sakit kepala 
Penyebab : tekanan darah tinggi, ketakutan. 
Demam disertai menggigil. 
Penyebab : reaksi fibrogen, reaksi transfuse, kontaminasi bakteri pada sirkulasi darah. 
Nyeri dada. 
Penyebab : minum obat jantung tidak teratur, program HD yang terlalu cepat. 
Gatal-gatal 
Penyebab : jadwal dialysis yang tidak teratur, sedang.sesudah transfuse kulit kering. 
Perdarahan amino setelah dialysis. 
Penyebab : tempat tusukan membesar, masa pembekuan darah lama, dosis heparin berlebihan, tekanan darah tinggi, penekanan, tekanan tidak tepat. 
Kram otot 
Penyebab : penarikan cairan dibawah BB standar. Penarikan cairan terlalu cepat (UFR meningkat) cairan dialisat dengan Na rendah BB naik > 1kg. Posisi tidur berubah terlalu cepat. 
8. Diagnosa Keperawatan yang muncul 
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelemahan proses pengaturan 
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang familier dengan sumber informasi. 
Ketidakberdayaan berhubungan dengan perasaan kurang kontrol, ketergantungan pada dialysis, sifat kronis penyakit 
Risiko cedera berhubungan dengan akses vaskuler dan komplikasi sekunder terhadap penusukan
 B. CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) 
1. Pengertian 
Chronic Kidney Disease ( CKD ) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). 
2. Etiologi 
Chronic Kidney Disease ( CKD ) terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral. 
Infeksi 
Pielonefritis kronik. 
Penyakit peradangan 
Glomerulonefritis. 
Penyakit vaskuler hipertensif 
Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis. 
Gangguan jaringan penyambung 
SLE, poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif. 
Gangguan kongenital dan herediter 
Penyakit ginjal polikistik,asidosis tubuler ginjal. 
Penyakit metabolik 
DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis. 
Nefropati obstruktif 
Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale. 
Nefropati obstruktif 
1) Sal. Kemih bagian atas: 
Kalkuli, neoplasma, fibrosis, netroperitoneal. 
2) Sal. Kemih bagian bawah: 
Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital pada leher kandung kemih dan uretra. 
3. Patofisiologi 
Patofisiologi umum CKD 
Sudut pandang tradisional 
Semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium yang berbeda-beda dan bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi tertentu dapat saja benar- banar rusak atau berubah struktur. 
Hipotesis Bricker (hipotesis nefron yang utuh) 
“Bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal”. Uremia akan timbul bila jumlah nefron sudah sedemikian berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit yang tidak dapat dipertahankan lagi. 
Jumlah nefron turun secara progresif 
Ginjal melakukan adaptasi (kompensasi) 
-sisa nefron mengalami hipertropi 
-peningkatan kecepatan filtrasi, beban solute dan reabsorbsi 
tubulus dalam tiap nefron, meskipun GFR untuk seluruh massa nefron menurun di bawah normal 
↓ 
Kehilangan cairan dan elektrolit dpt dipertahankan 
↓ 
Jk 75% massa nefron hancur 
Kecepatan filtrasi dan beban solute bagi tiap nefron meningkat 
↓ 
Keseimbangan glomerulus dan tubulus tidak dapat dipertahankan 
↓ 
Fleksibilitas proses ekskresi & konversi solute &air ↓ 
Sedikit perubahan pada diit mengakibatkan keseimbangan terganggu 
↓ 
Hilangnya kemampuan memekatkan/mengencerkan kemih 
BJ 1,010 atau 2,85 mOsml (= konsentrasi plasma) 
↓ 
poliuri, nokturia, nefron tidak dapat lagi mengkompensasi dgn tepat 
terhadap kelebihan dan kekurangan Na atau air 
Toksik Uremik 
Gagal ginjal tahap akhir 
↓ 
↓GFR 
Kreatinin ↑ Prod. Met. Prot. Tertimbun ↑ phosphate serum 
Dalam darah ↓ kalsium serum 
Sekresi parathormon 
Tubuh tdk berespon dgn N 
Kalsium di tulang ↓ 
Met.aktif vit D↓ 
Perub.pa tulang/osteodistrofi ginjal 
4. Klasifikasi CKD (Chronic Kidney Disease) 
Stage 
Gambaran kerusakan ginjal 
GFR (ml/min/1,73 m2) 
1 Normal atau elevated GFR ≥ 90 
2 Mild decrease in GFR 60-89 
3 Moderate decrease in GFR 30-59 
4 Severe decrease in GFR 15-29 
5 Requires dialysis ≤ 15 
6. Tanda Dan Gejala 
Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia 
Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna, gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit normal. 
Defisiensi hormone eritropoetin 
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin →Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer. 
Kelainan Saluran cerna 
Mual, muntah, hicthcup 
dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia (NH3) → iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus. 
Stomatitis uremia 
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut. 
Pankreatitis 
Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase. 
Kelainan mata 
Kardiovaskuler : 
Hipertensi 
Pitting edema 
Edema periorbital 
Pembesaran vena leher 
Friction Rub Pericardial 
Kelainan kulit 
Gatal 
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena: 
a). Toksik uremia yang kurang terdialisis 
b). Peningkatan kadar kalium phosphor 
c). Alergi bahan-bahan dalam proses HD 
Kering bersisik 
Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di bawah kulit. 
Kulit mudah memar 
Kulit kering dan bersisik 
rambut tipis dan kasar 
Neuropsikiatri 
Kelainan selaput serosa 
Neurologi : 
- Kelemahan dan keletihan 
- Konfusi 
- Disorientasi 
- Kejang 
- Kelemahan pada tungkai 
- rasa panas pada telapak kaki 
- Perubahan Perilaku 
Kardiomegali. 
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal yang serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian perubahan tersebut biasanya menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien menderita apa yang disebut SINDROM UREMIK 
Terdapat dua kelompok gejala klinis : 
Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi ; kelainan volume cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan metabolit lainnya, serta anemia akibat defisiensi sekresi ginjal. 
Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan lainnya 
MANISFESTASI SINDROM UREMIK 
Sistem tubuh 
Manifestasi 
Biokimia 
Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L) 
Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN, kreatinin) 
Hiperkalemia 
Retensi atau pembuangan Natrium 
Hipermagnesia 
Hiperurisemia 
Perkemihan& Kelamin 
Poliuria, menuju oliguri lalu anuria 
Nokturia, pembalikan irama diurnal 
Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010 
Protein silinder 
Hilangnya libido, amenore, impotensi dan sterilitas 
Kardiovaskular 
Hipertensi 
Retinopati dan enselopati hipertensif 
Beban sirkulasi berlebihan 
Edema 
Gagal jantung kongestif 
Perikarditis (friction rub) 
Disritmia 
Pernafasan 
Pernafasan Kusmaul, dispnea 
Edema paru 
Pneumonitis 
Hematologik 
Anemia menyebabkan kelelahan 
Hemolisis 
Kecenderungan perdarahan 
Menurunnya resistensi terhadap infeksi (ISK, pneumonia,septikemia) 
Kulit 
Pucat, pigmentasi 
Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah, tipis, bergerigi, ada garis merah biru yang berkaitan dengan kehilangan protein) 
Pruritus 
“kristal” uremik 
kulit kering 
memar 
Saluran cerna 
Anoreksia, mual muntah menyebabkan penurunan BB 
Nafas berbau amoniak 
Rasa kecap logam, mulut kering 
Stomatitis, parotitid 
Gastritis, enteritis 
Perdarahan saluran cerna 
Diare 
Metabolisme intermedier 
Protein-intoleransi, sintesisi abnormal 
Karbohidrat-hiperglikemia, kebutuhan insulin menurun 
Lemak-peninggian kadar trigliserida 
Neuromuskular 
Mudah lelah 
Otot mengecil dan lemah 
Susunan saraf pusat : 
Penurunan ketajaman mental 
Konsentrasi buruk 
Apati 
Letargi/gelisah, insomnia 
Kekacauan mental 
Koma 
Otot berkedut, asteriksis, kejang 
Neuropati perifer : 
Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg 
Perubahan sensorik pada ekstremitas – parestesi 
Perubahan motorik – foot drop yang berlanjut menjadi paraplegi 
Gangguan kalsium dan rangka 
Hiperfosfatemia, hipokalsemia 
Hiperparatiroidisme sekunder 
Osteodistropi ginjal 
Fraktur patologik (demineralisasi tulang) 
Deposit garam kalsium pada jaringan lunak (sekitar sendi, pembuluh darah, jantung, paru-paru) 
Konjungtivitis (uremik mata merah) 
6. Pemeriksaan Penunjang 
Laboratorium 
Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal 
- Ureum kreatinin. 
- Asam urat serum. 
Identifikasi etiologi gagal ginjal 
- Analisis urin rutin 
- Mikrobiologi urin 
- Kimia darah 
- Elektrolit 
- Imunodiagnosis 
Identifikasi perjalanan penyakit 
- Progresifitas penurunan fungsi ginjal 
- Ureum kreatinin, klearens kreatinin test 
GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault: 
Laki-laki : 
(140 – umur ) X BB (kg) 
CCT = 
72 x kreatinin serum ( mg/dL ) 
Wanita : 0,85 x CCT 
Perhitungan terbaik LFG adalah dengan menentukan bersihan kreatinin yaitu : 
Kreatinin urin (mg/dL)xVol.urin (mL/24 jam) 
Bersihan kreatinin : 
Kreatinin serum ( mg/dL ) x 1440 menit 
Nilai normal : 
Laki-laki : 97 – 137 mL/menit/1,73 m3 atau 
0,93 – 1,32 mL/detik/m2 
Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau 
0,85 – 1,23 mL/detik/m2 
- Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan 
- Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+ 
- Endokrin : PTH dan T3,T4 
- Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk ginjal, misalnya: infark miokard. 
Diagnostik 
Etiologi CKD dan terminal 
- Foto polos abdomen. 
- USG. 
- Nefrotogram. 
- Pielografi retrograde. 
- Pielografi antegrade. 
- Mictuating Cysto Urography (MCU). 
Diagnosis pemburuk fungsi ginjal 
- RetRogram 
- USG. 
7. Managemen Terapi 
Terapi Konservatif 
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal Desease ( CKD ) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun. 
Tujuan terapi konservatif : 
1) Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi. 
2) Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia. 
3) Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal. 
4) Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit. 
Alur manajemen terapi pada klien Cronic Kidney Desease (CKD) dan terminal sebagai berikut; 
CKD 
Terapi konservatif 
Penyakit ginjal terminal 
meninggal Dialisis HD di RS, Rumah, CAPD 
gagal 
Transplantasi ginjal berhasil 
Prinsip terapi konservatif : 
1) Mencegah memburuknya fungsi ginjal. 
a) Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik. 
b) Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan ekstraseluler dan hipotensi. 
c) Hindari gangguan keseimbangan elektrolit. 
d) Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani. 
e) Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi. 
f) Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat. 
g) Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa indikasi medis yang kuat. 
2) Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat 
a) Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular. 
b) Kendalikan terapi ISK. 
c) Diet protein yang proporsional. 
d) Kendalikan hiperfosfatemia. 
e) Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%. 
f) Terapi hIperfosfatemia. 
g) Terapi keadaan asidosis metabolik. 
h) Kendalikan keadaan hiperglikemia. 
3) Terapi alleviative gejala asotemia 
a) Pembatasan konsumsi protein hewani. 
b) Terapi keluhan gatal-gatal. 
c) Terapi keluhan gastrointestinal. 
d) Terapi keluhan neuromuskuler. 
e) Terapi keluhan tulang dan sendi. 
f) Terapi anemia. 
g) Terapi setiap infeksi. 
Terapi simtomatik 
1) Asidosis metabolik 
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum K+ ( hiperkalemia ) : 
a) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari. 
b) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L. 
2) Anemia 
a) Anemia Normokrom normositer 
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon eritropoetin ( ESF : Eritroportic Stimulating Faktor ). Anemia ini diterapi dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan pemberian30-530 U per kg BB. 
b) Anemia hemolisis 
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis. 
c) Anemia Defisiensi Besi 
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ). Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah merupakan salah satu pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan secara hati-hati. 
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal : 
HCT < atau sama dengan 20 % 
Hb < atau sama dengan 7 mg5 
Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia dan high output heart failure. 
Komplikasi tranfusi darah : 
Hemosiderosis 
Supresi sumsum tulang 
Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia 
Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV 
Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana transplantasi ginjal. 
3) Kelainan Kulit 
a) Pruritus (uremic itching) 
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal, insiden meningkat pada klien yang mengalami HD. 
Keluhan : 
Bersifat subyektif 
Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula dan lichen symply 
Beberapa pilihan terapi : 
Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme 
Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin ) 
Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi ini bisa diulang apabila diperlukan 
Pemberian obat 
Diphenhidramine 25-50 P.O 
Hidroxyzine 10 mg P.O 
b) Easy Bruishing 
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa berhubungan denga retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi trombosit. Terapi yang diperlukan adalah tindakan dialisis. 
4) Kelainan Neuromuskular 
Terapi pilihannya : 
a) HD reguler. 
b) Obat-obatan : Diasepam, sedatif. 
c) Operasi sub total paratiroidektomi. 
5) Hipertensi 
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen hipertensi, tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program terapinya meliputi : 
1). Restriksi garam dapur. 
2). Diuresis dan Ultrafiltrasi. 
3). Obat-obat antihipertensi. 
Terapi pengganti 
Adalah terapi yang menggantikan fungsi ginjal yang telah mengalami kegagalan fungsi ginjal baik kronik maupun terminal. Pada masa sekarang ini ada dua jenis terapi : 
1) Dialisis yang meliputi : 
a) Hemodialisa 
b) Peritoneal dialisis, yang terkenal dengan Continous Ambulatory Peritoneal Dialisis ( CAPD ) atau Dialisis Peritoneal Mandiri Berkesinambungan ( DPMB ). 
2) Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal. 
8. Komplikasi 
Hipertensi. 
Hiperkalemia. 
Anemia. 
Asidosis metabolik. 
Osteodistropi ginjal. 
Sepsis. 
Neuropati perifer. 
Hiperuremia. 
DAFTAR PUSTAKA 
Bongard, Frederic, S. Sue, darryl. Y, 1994, Current Critical, Care Diagnosis and Treatment, first Edition, Paramount Publishing Bussiness and Group, Los Angeles 
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2, EGC, Jakarta 
Haryani dan Siswandi, 2004, Nursing Diagnosis: A Guide To Planning Care, available on:
www.Us.Elsevierhealth.com IIOWA Outcomes Project, 2000, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, Mosby Year Book, USA. 
McCloskey, 1996, Nursing Interventions Classification (NIC), Mosby, USA 
Nanda, 2009, Nursing Diagnosis Deffinition and Classification, Mosby year Book. USA 
Price, Sylvia A and Willson, Lorraine M, 1996, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses penyakit, Edisi empat, EGC, Jakarta 
Ralph & Rosenberg, 2003, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2005-2006, Philadelphia USA 
Soeparman & Waspadji, 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi 3, FKUI, Jakarta 
Widmann, 1995, Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 9, EGC, Jakarta